Invalid Date
Dilihat 38 kali
Mappadendang merupakan tradisi pesta panen khas adat Bugis yang menjadi identitas budaya Desa Bara Batu, Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Tradisi ini dilaksanakan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sebagai ajang kebersamaan dan pelestarian budaya.
Setelah sukses menggelar Mappadendang Season 3 pada 10–12 Juli 2025, akan ada Mappadendang Season 4 yang diselenggarakan pada tahun 2026. Sebagai bentuk persiapan, perlu dilakukan pembenahan dan perencanaan yang matang, khususnya dalam penataan landscape area lokasi pelaksanaan acara.
(Rolius, Mahasiswa Prodi Arsitektur Universitas Negeri Manado sebagai designer landscape Mappadendang Season 4)
Konsep perancangan lanskap dengan pendekatan arsitektur vernakular berfokus pada penerapan nilai-nilai lokal, kearifan budaya, dan adaptasi terhadap kondisi lingkungan setempat dalam menciptakan ruang luar yang fungsional dan estetis. Pendekatan ini menekankan penggunaan material lokal, teknik tradisional, dan elemen desain yang selaras dengan iklim, topografi, dan budaya masyarakat sekitar.
Secara rinci, arsitektur vernakular adalah bentuk bangunan atau lanskap yang tumbuh dari kebutuhan sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan masyarakat lokal, serta menggunakan sumber daya alam yang tersedia secara berkelanjutan. Pendekatan ini menciptakan harmoni antara bangunan dan lanskap dengan konteks alam dan budaya setempat, serta mempertahankan karakteristik asli suatu daerah
Tradisi Mappadendang adalah upacara adat syukuran panen padi dari masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan yang melibatkan penumbukan gabah secara ritmis, musik tradisional, tarian khas, dan penyajian kuliner khas sebagai ungkapan rasa syukur. Acara ini mengandung nilai simbolik dan magis serta berfungsi mempererat ikatan sosial dan melestarikan budaya leluhur.
Kebutuhan ruang dalam tradisi Mappadendang mencakup berbagai elemen penting yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan aktivitas sosial masyarakat. Area utama biasanya berupa ruang terbuka yang luas, seperti di tengah sawah atau halaman desa, yang digunakan untuk menumbuk gabah secara ritmis dan bersama-sama. Selain itu, terdapat bilik baruga—struktur dari bambu dengan pagar anyaman—yang menjadi ruang khusus dalam perayaan. Ruang pertunjukan untuk tari dan musik juga menjadi bagian penting, yang harus cukup luas untuk menampung penampil dan penonton. Di sekitar area utama, tersedia pula ruang bermain anak-anak yang menambah suasana meriah, serta tempat makan bersama untuk menikmati kuliner khas yang menjadi bagian dari ritual. Keseluruhan ruang ini harus bersifat fleksibel agar mampu menampung interaksi sosial, ritual adat, pertunjukan seni, dan kegiatan kuliner yang menjadi inti dari tradisi Mappadendang.
Pendekatan arsitektur vernakular menjadi landasan penting dalam merancang ruang untuk Mappadendang. Pendekatan ini mengedepankan kesinambungan dengan alam dan keselarasan dengan budaya lokal, sehingga menghasilkan bangunan dan lanskap yang tidak hanya fungsional dan lestari, tetapi juga bermakna secara sosial dan kultural. Bukan sekadar persoalan estetika, arsitektur vernakular adalah solusi kontekstual terhadap tantangan lingkungan sekaligus pelestarian identitas lokal.
Desain lanskap untuk mendukung tradisi Mappadendang perlu diawali dengan pemilihan lokasi yang strategis. Lokasi ideal berada di dekat persawahan sebagai simbol syukur atas panen padi dan kemudahan akses bagi masyarakat. Area yang luas dan datar diperlukan agar aktivitas menumbuk gabah, pertunjukan seni, serta makan bersama dapat terlaksana tanpa hambatan. Lokasi juga sebaiknya jauh dari kebisingan dan polusi agar suasana kekeluargaan tetap terjaga. Dari segi kondisi alam, orientasi terhadap arah angin dan pencahayaan harus diperhatikan agar ruang mendapatkan sinar matahari cukup dan terlindungi dari angin kencang. Sistem drainase yang baik diperlukan mengingat tradisi ini biasanya berlangsung di musim panen yang bisa bersamaan dengan musim hujan. Vegetasi alami, seperti pohon peneduh, sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan bagi peserta. Material lokal seperti bambu dan anyaman tradisional juga sangat mendukung dalam pembangunan elemen-elemen lanskap seperti bilik baruga, karena mudah dipasang dan dibongkar serta selaras dengan lingkungan sekitar.
Berdasarkan analisis tersebut, desain lanskap Mappadendang harus mampu mendukung pelaksanaan tradisi secara lancar sambil menjaga harmoni dengan lingkungan dan budaya setempat. Dalam hal ini, kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah menjadi kunci keberhasilan. Proses perancangan dan pembangunan yang melibatkan komunitas lokal akan memastikan bahwa kebutuhan budaya dan sosial benar-benar terakomodasi. Selain meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap ruang tersebut, kolaborasi ini juga memperkuat pelestarian budaya dan optimalisasi ruang publik yang adaptif dan berkelanjutan.
Kesimpulannya, perancangan lanskap berbasis arsitektur vernakular untuk Mappadendang sangat penting dalam menjaga keberlangsungan budaya lokal. Desain yang menghormati nilai dan simbol tradisi Bugis akan menciptakan ruang yang mendukung kegiatan utama seperti penumbukan gabah, pertunjukan seni, dan sajian kuliner khas. Selain itu, pendekatan ini memungkinkan penggunaan sumber daya lokal secara berkelanjutan dan mendorong partisipasi aktif komunitas dalam menjaga ruang tersebut. Dengan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, kesinambungan regulasi, pendanaan, serta dukungan teknis dapat terjaga.
Harapannya, desain lanskap Mappadendang yang menerapkan prinsip vernakular dapat menjadi contoh unggul dalam perancangan ruang berbasis budaya. Ruang ini tidak hanya mendukung pelaksanaan tradisi, tetapi juga menjadi simbol identitas, solidaritas, dan pelestarian budaya masyarakat Bugis. Lebih dari itu, ia dapat menjadi model keberlanjutan sosial dan lingkungan yang menginspirasi masyarakat lain untuk melestarikan warisan budaya secara kontekstual, partisipatif, dan ramah lingkungan.
Bagikan:
Desa Bara Batu
Kecamatan Labakkang
Kabupaten Pangkajene Kepulauan
Provinsi Sulawesi Selatan
© 2025 Powered by PT Digital Desa Indonesia
Pengaduan
0
Kunjungan
Hari Ini